Monday, 13 June 2016

Tugas SIG Review Jurnal
PEMETAAN PADANG LAMUN
DI PERAIRAN TELUK TOLI-TOLI DAN PULAU SEKITARNYA,
SULAWESI BARAT
INDARTO HAPPY SUPRIYADI
Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI

 TUTUPAN LAMUN DAN KONDISI EKOSISTEMNYA DI KAWASAN PESISIR MADASANGER, JELENGA, DAN MALUK KABUPATEN SUMBAWA BARAT
Erny Poedjirahajoe1,2, Ni Putu Diana Mahayani1,2, Boy Rahardjo Sidharta3, dan Muhamad Salamuddin4
1Pusat Studi Agroekologi, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta
email: er_pjr@yahoo.com
2 Fakultas Kehutanan, Universitas GadjahMada, Yogyakarta
3Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta
4Marine Environment Office, PT Newmont Nusa Tenggara

Disusun Oleh:

Ahmad Marliyus
Widodo

Dosen : Yar Johan S.pi, M.Si.




PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016


I    .PENDAHULUAN
Penggunaan teknologi Remote Sensing untuk studi pemetaan padang lamun, mangrove dan karang  mempunyai banyak kelebihan, jika dibandingkan dengan cara konvensional menggunakan metode survey ’in situ’, yang secara spasial hanya dapat mencakup wilayah sempit (HOCZKOVICH & ATKINSON).
Komunitas lamun merupakan komponen kunci dalam ekosistem pesisir di seluruh dunia (HUTOMO & PERISTIWADI 1990). Selain nilai secara hakiki tersebut, lamun sebagai penyedia makanan, sebagai tempat berlindung beberapa jenis ikan dan krustase komersial penting (GRAY et al. 1996). Namun keberadaan komunitas lamun hampir di setiap pesisir bervariasi, hal ini diduga karena perbedaan karakteristik lingkungan perairan pantainya. Penggunaan data citra satelit untuk mendeteksi keberadaan lamun di masa lalu dan saat ini, pada jenis lamun yang berbeda dapat di interpretasi dengan menggunakan data citra satelit melalui kenampakan dari perbedaan warna (tone) dan tekstur substrat (LARKUM & WEST 1990). Pemetaan ekosistem perairan dangkal dengan menggunakan penginderaan jarak jauh (Remote Sensing) dapat memberikan manfaat yang besar dalam rencana
pengelolaan ekosistem pantai. Kombinasi antara Sistem Informasi Geografi (SIG) dan metode skoring (pembobotan) dari komponen ekosistem lamun seperti jumlah jenis, persentase tutupan lamun dan biota asosiasinya akan sangat bermanfaat di dalam memetakan kesehatan ekosistem lamun, sumberdaya hayati laut dan rencana dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu.
Perairan Teluk Toli-Toli dan sekitarnya yang mempunyai potensi ekosistem perairan dangkal yang tinggi diantaranya padang lamun. Namun informasi secara spasial sebaran padang lamun masih belum cukup tersedia. Oleh karena itu, penelitian pendahuluan pemetaan padang lamun di Teluk Toli-Toli menjadi penting segera untuk dilakukan.
Dari jurnal bisa di ketahui sangat penting memetakan padang lamun yang ada di Teluk Toli-Toli dan di sekitarnya untuk memberi informasi tutupan lamun tersebut.

II. METODE
2.1 Lokasi dan Waktu
Sesuai informasi jurnal Kegiatan pemetaan ekosistem padang lamun telah dilakukan di perairan Teluk Toli-Toli dan pulau kecil sekitarnya (Pulau Kabetan), Sulawesi Barat pada bulan Mei 2009. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam ‘Ekspedisi Biodiversitas Selat Makasar”. Lokasi kegiatan pemetaan ekosistem padang lamun dimulai dari Tanjung Kekoh sampai pesisir selatan Teluk Toli-Toli, sisi Timur Pulau Latungan dan perairan dangkal Pulau Kabetan.
2.2 Prosedur dan Analisis
Dengan jumlah stasiun pengamatan lamun dirancang sebanyak 21 stasiun, yang tersebar merata di seluruh rataan terumbu di peraian dangkal Teluk Toli-Toli, Pulau Latungan dan Pulau Kabetan. penentuan stasiun purpose sampling. Identifikasi jumlah jenis, jenis dominan, tutupan lamun, substrat dasar dan biota asosiasinya (algae) dilakukan dengan menggunakan frame ukuran 0,5 x 0,5 meter dan snorkling pada area 15 meter x 15 meter sesuai resolusi spasial dari data citra satelit ASTER yang digunakan.
Data citra satelit yang digunakan dalam penelitian pemetaan lamun dan interpretasi lamun di Teluk Toli-Toli yaitu ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and reflection Radiometer) hasil rekaman tahun 2004 dengan resolusi spasial 15 meter, sedangkan di perairan sekitar Pulau Kabetan menggunakan data citra satelit LANDSAT (Land Satellite) rekaman tahun 2000 resolusi spasial 30 meter. Hasil interpretasi selanjutnya digunakan untuk memetakan ekosistem lamun (McKENZIE et al. 2001).Untuk keperluan analisis obyek dasar perairan seperti lamun pada rataan terumbu diguakan kanal band 1, band 2 dan band 3. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ArcGIS dan ENVI 4.3 yang ada di Laboratorium Remote Sensing, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Interpretasi citra dengan melakukan digitasi garis pantai, aliran sungai, pasir, rataan terumbu dan lamun. Analisis tumpang susun (overlay) untuk mendapatkan peta tematik baru dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Dalam analisis bisa di ketahui sangat bagus untuk memtakan kondisi padang lamun di daerah tersebut. dan selanjutnya hasil analisis di beri nilai dengan Teknik skoring yaitu dengan memberikan nilai/bobot tertentu pada komponen ekosistem lamun seperti jumlah jenis, persentase tutupan dan jumlah jenis algae dengan skor 7, 5, 3 dan 1. Skor ini mencerminkan nilai setiap komponen ekosistem lamun. Total skor kemudian diklasifikasikan menjadi empat peringkat yaitu kondisi lamun ‘sangat baik’, ‘baik’, ‘sedang’ dan ’jelek’. Secara rinci tabel skoring dan klasifikasi peringkat kesehatan lamun disajikan pada Tabel  di bawah ini.

III. HASIL DAN PEMBAHASN

3.1 Topografi wilayah pesisir Teluk Toli-Toli
            Pertama di bahas dulu mengenai bentuk topografi yaitu dataran rendah lainnya yang luas terdapat di wilayah utara Tanjung Dede sampai Tanjung Keko dan di bagian selatan pesisir Teluk Toli-Toli (Gambar 1).
 
Gambar 1. Kondisi topografi wilayah pesisir Toli-Toli.
Jika di kaji peta di atas mempunyai kekukrangan hanya pada pewarnaan yang kurang memberi informasi secara jelas dan detail seperti wilayah laut dan daratan warnanya sama putih.
3.2 Sebaran Lamun Teluk Toli-Toli
 
 
Gambar 2. Sebaran padang lamun di perairan Teluk Toli-Toli, Mei 2009.

Gambar 3. Sebaran persentase tutupan lamun di perairan Teluk Toli-Toli,
Mei 2009.


Sebaran lamun yang berada di Teluk Toli-Toli cukup berbeda dengan sebaran lamun di sebelah utara perairan Tanjung Dede. Hal menarik dari sebaran lamun di perairan Teluk Toli-Toli yaitu rata-rata persentase tutupan lamun 68,6 % lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi di perairan Tanjung Kekoh sampai Tanjung Dede dan Pulau Kabetan yang masing-masing yaitu 46,4 % dan 67,1 % serta tertinggi jika dibandingkan dengan 14 lokasi penelitian lainnya (Tabel 3). Kondisi pertumbuhan lamun di Teluk Toli-Toli berada pada lingkungan perairan dengan kedalaman 1,2 meter sampai 2,2 meter.
Sebaran jumlah jenis lamun di setiap stasiun di peraian Teluk Toli-Toli umumnya sekitar tiga-empat jenis, sedangkan jumlah antara enam-tujuh jenis berada di sisi selatan Teluk Toil-Toli. Relatif sedikitnya keragaman jenis lamun di perairan Teluk Toli-Toli dan tidak ditemukannya salah satu jenis Syringodium isoetifolium, secara ekologis dapat diduga karena kondisi lingkungan perairan yang keruh dan banyaknya aktifitas masyarakat di sekitar pelabuhan Teluk Toli-Toli. Menurut ENGEMEN et al. (2008) tingginya lalu lalang perahu dapat berdampak negatif terhadap keberadaan padang lamun, sedangkan BARBER et al. (1985) dampak perubahan suhu di suatu perairan dapat berpengaruh terhadap produktifitas Thalassia testudium dan Syringodium  filiforme.


Gambar 4. Sebaran padang lamun di Pulau Kabitan, Mei 2009.


Pulau Kabita mempunyai morfologi perairan pantai landai sampai terjal dan berbatasan dengan perairan dalam. Pulau Kabitan merupakan salah satu lokasi yang kurang mendapatkan tekanan dari aktifitas masyarakat dan pembangunan, sehingga keberadaan padang lamun di Pulau Kabitan relatif labih baik dibandingkan dengan perairan Teluk Toli-Toli. Menurut NAKAMURA (2009) dan HOSSAIN (2005) penyebab kerusakan dan hilangnya padang lamun hampir di seluruh dunia terutama disebabkan oleh dampak aktifitas manusia (Anthropogenic impact) yaitu meningkatnya jumlah penduduk di pesisir pantai.


Gambar 5. Kondisi padang lamun di perairan Teluk Toli-Toli, Mei 2009.


Hasil analisis pembobotan diketahui bahwa seluruh wilayah perairan Teluk Toli-Toli, Tanjung Kekoh sampai Tanjung Dede dan perairan Pulau Kabetan, umumnya memiliki kondisi lamun yang dapat dikatagorikan ‘jelek’ (9,5 %), ‘sedang’ (61,9 %) dan ‘bagus’ (28,6 %). Kategori bagus dengan pengertian bahwa keanekaragaman jenis, persentase tutupan dan keanekaragaman algae relatif masih tinggi. Kondisi lamun bagus dapat ditemukan di lokasi sekitar Tanjung Keko, Tanjung Dede dan sisi selatan bagian dalam Teluk Toli-Toli. Pada umumnya kondisi lamun di seluruh lokasi dapat dikatagorikan kedalam kondisi lamun sedang (Gambar 5). Peta kondisi lamun di perairan Teluk Toli-Toli dan pulau kecil sekitarnya dapat digunakan sebagai dokumen status dan pengujian terhadap perubahan padang lamun dalam jangka panjang terutama perubahan luas, keragaman dan sebaran jenisnya.
pada pembahasan sudah jelas dalam membahas sebaran tutupan lamun yang ada di telukToli-Toli dan sekitanya akan tetapi setelah di bandingkan dengan peta pembanding jurnal yang lain masih ada yang kurang seperti di bawah ini.  (Poedjirahajoe dkk, 2013).


Jika dibanding gambar peta di atas jurnal pertama masih kurang lengkap seperti insert peta yang belum ada sedangkan yang jurnal ke dua ada insert peta dan pewarnaan yang beda-beda lebih memudahkan pembaca. sedangkan di peta jurnal pertama pewarnaannya kurang. Pembcaan legendapun masih mudah jurnal yang ke dua di banding jurnal pertama yaitu di mana wilayah darat dan laut.
IV KESIMPULAN
Setelah di pahami pada jurnal pertama gambar peta masih kurang mudah di pahami pembaca di banding jurnal ke dua akan tetapi pembahasannya lengkap seperti dapat di simpulkan Keanekaragaman jenis lamun relatif tinggi (8 jenis) ditemukan di perairan Tanjung Keko sampai Tanjung Dede dan Pulau Kabetan, sedangkan di Teluk Toli-Toli hanya teridentifkasi (7 jenis). Persentase tutupan lamun relatif tinggi (68,6 %) dijumpai di perairan Teluk Toli-Toli dan Pulau Kabitan, sedangkan terendah (46,4 %) di Tanjung Keko sampai Tanjung Dede. Kondisi lamun di seluruh perairan Teluk Toli-Toli dan pulau kecil sekitarnya pada umumnya tergolong sedang. Di sekitar Tanjung Keko, Tanjung Dede dan perairan di sisi selatan bagian dalam Teluk Toli-Toli kondisinya relatif bagus.
masih ada beberapa kekurangan kelengkapan pada peta pertama anatara lain pewarnaan, legenda. pewarnaan yang hanya banyak polos putih membuat bingung pembaca di mana laut dan daratannya.

DAFTAR PUSTAKA
BARBER, B.J and P.J. BEHRENS 1985. Effects of elevation temperature on seasonal in situ leaf productivity of Thalassia testudium Banks ex Konigand Syringodium filiforme Kutzing. Aquatic Botany 22: 61-69.

GRAY, C.A., D.J. McELLIGOTT and R.C. CHICK 1996. Intra and inter estuary differences in a assemblages of fishes associated with shallow seagrass and bare sand. Marine Freshwater Res. 47: 723-735
HOCZKOVICH, J.J. and M.J. ATKINSON 2003. Capabilities of remote sense sensors to classify coral, algae and sand as pure and mixed spectra. Remote Sensing of Enviroment 85(2): 174-189.
KURIANDEWA, T. E., W. KISWARA, M. HUTOMO and S. SOEMARDIHARDJO 2004. The seagrass of Indonesia. In: E. P. GREEN and F. T. SHORT (eds.).World Atlas of Seagrass. University of California Press: 171-182.
LARKUM, A.W.D. and R.J.WEST 1990. Long-term changes of seagrass meadows in Botany Bay, Australia. Aquatic Botany 37: 55-70.




No comments:

Post a Comment